Selasa, 29 November 2011

Laporan Biokim I : Pengaruh Konsentrasi dan pH terhadap Aktivitas Enzim


JUDUL PERCOBAAN                     : Pengaruh konsentarsi dan pH terhadap aktivitas enzim
TANGGAL PERCOBAAN              : Jum’at, 18 November 2011
TUJUAN PERCOBAAN                  :
1.  Membuktikan bahwa konsentrasi enzim mempengaruhi aktivitas enzim
2. Membuktikan bahwa pH mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik
TINJAUAN PUSTAKA                    :
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapatdalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secvara kolektif membentuk metabolisme-perantara (intermediary metabolism) dari sel (Wirahadikusumah, 1989).
Enzim adalah protein yang mengkatalisis reaklsi-reaksi biokimia. Enzim biasanya terdapat dalam sel dengan konsentrasi yang sangat rendah, dimana mereka dapat meningkatkan laju reaksi tanpa mengubah komposisi kesetimbangannnya; artinya, baik itu laju reaksi maju maupun laju reaksi kebalikannya ditingkatkan dengan kelipatan yang sama. Kelipatan ini biasanya disekitar 103 sampai 1012
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan penting dalam proses aktivitas biologis. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya. Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat, pelarut organik, atau apa saja yang menyebabkan denaturasi protein. Enzim dikatakan mempunyai sifat khas, karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu
Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan enenrgi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik)
Spesifitas enzim yang sangat menarik perhatian ada dua. Yang pertama adalah bahwa enzim menunjukkan spesifitasnya yang amat tinggi. Yang kedua adalah bahwa enzim memiliki tenaga katalitik yang besar dan dapat dibuktikan dengan kecepatan reaksinya yang biasa mencapai 1020 kali. Dua ciri khas tersebut dimiliki oleh enzim disebabkan karena enzim mempunyai sisi aktif. Yaitu sisi yang ada pada enzim yang dapat melakukan fungsi pengarahan, pengikatan, yang tidak terdapat pada protein pada umumnya.
Berikut ini adalah ringkasan klasifikasi enzim secara internasional:
1.Oksidoreduktase mengkatalisis berbagai macam reaksi oksidasi-reduksi serta sering mempergunakan koenzim seperti NAD+, FAD, atau lipoat sebagai akseptor hidrogen. Akseptor lain termasuk koenzim Q atau molekul oksigen. Nama umum lainnya adalah dehidrogenase, oksidase, peroksidase, dan reduktase.
2.Transferase mengkatalisis berbagai jenis transfer kelompok dalam metabolisme banyak langkah-langkah penting yang memerlukan transfer dari satu molekul lain dari kelompok amino, karboksil, metil, asil, glikosil, atau fosforil. Nama umum yangs ering digunakan adalah aminotransferase (transaminase), karnitin asil transferase, dan transkarboksilase.
3.Hidrolase mengkatalisis pembelahan ikatan antara karbon dan beberapa atom lainnya dengan adanya penambahan air. Nama umum yang sering dijumpai termasuk esterase, peptidase, amilase, fosfatase, urease, pepsin, tripsin, dan kemotripsin.
4.Liase mengkatalisis pemecahan ikatan karbon-karbon, karbon-sulfur, karbon-nitrogen tertentu (tidak termasuk peptida). Nama umumnya adalah dekarboksilase,aldolase,sitrat liase, dan dehidratase.
5.Isomerase mengkatalisis rasemase isomer optik dan geometrik dan reaksi oksidasi-reduksi intramolekular tertentu. Nama umumnya antara lain epimerase, rasemase, dan mutase.
Ligase mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dan oksigen, sulfur, nitrogen, dan atom-atom lain. Energi yang diperlukan untuk pemebntukan ikatan sering didapatkan dari hidrolisis ATP. Nama umumnya antara lain sintetase dan karboksilase.
Pati, terutama terdapat dalam jumlah tinggi pada golongan umbi, seperti kentang, dan pada biji-bijian, seperti jagung, tetapi kemampuan membentuk pati dijumpai pada semua sel tanaman. Pati mengandung dua jenis polimer glukosa, amilosa, dan amilopektin. Amilosa terdiri dari rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang, digabungkan oleh ikatan (1-4). Rantai ini beragam dalam berat molekulnya, dari beberapa ribu sampai 500.000. Amilopektin juga memiliki berat molekul yang tinggi, tetapi strukturnya bercabang tinggi. Ikatan glikosidik yang menggabungkan residu glukosa yang berdekatan di dalam rantai amilopektin adalah ikatan (1-4), tetapi titik percabangan amilopektin merupakan ikatan (1-6).
Enzim amilase dapat memecah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α-amilase, β-amilase, γ-amilase. α-amilase terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endomilase sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah amilum. β-amilase terutama terdapat pada tumbuhan dan dinamakn eksoamilase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. γ-amilase telah diketahui terdapat dalam hati. Enzim ini dapat memecah ikatan 1-4 dan 1-6 pada glikogen dan menghasilkan glukosa.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kerja enzim antara lain konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pengaruh suhu, pengaruh pH, dan pengaruh inhibitor. Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Konsentrasi enzim tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar.
Di dalam sel dan lingkungan sel sekelilingnya, pH dalam keadaan normal harus tetap sebab adanya perubahan akan menyebabkan pergeseran aktivitas enzim. Hal ini akan mempengaruhi dan mengacaukan sistem katabolik dan anabolik dalam sel jaringan.
Laju reaksi berkurang pada kedua sisi pH optimum dari tiga alasan yang mungkin :
1.      Protein enzim dapat menjadi /mengalami denaturasi akibat pH ekstrem tinggi atau rendah.
2.      Protein enzim dapat memerlukan gugus-gugus asam amino yang terionisasikan pada rantai samping yang mungkin aktif hanya pada satu keadaaan ionisasi.
3.      Substrat dapat memperoleh atau kehilangan proton dan reaktif dalam hanya satu bentuk muatan.
Reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat diperngaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksi pun akan menurun.
Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Koefisien suhu suatu reaksi diartikan sebagai kenaikan kecepatan reaksi sebagai akibat kenaikan suhu 10oC, namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena itu ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu. Suhu optimum yaitu suhu yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan kecepatan paling besar. Tiap enzim memiliki suhu optimum tertentu (Page, 1989).Pati, terutama terdapat dalam jumlah tinggi pada golongan umbi, seperti kentang, dan pada biji-bijian, seperti jagung, tetapi kemampuan membentuk pati dijumpai pada semua sel tanaman. Pati mengandung dua jenis polimer glukosa, amilosa, dan amilopektin. Amilosa terdiri dari rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang, digabungkan oleh ikatan (1-4). Rantai ini beragam dalam berat molekulnya, dari beberapa ribu sampai 500.000. Amilopektin juga memiliki berat molekul yang tinggi, tetapi strukturnya bercabang tinggi. Ikatan glikosidik yang menggabungkan residu glukosa yang berdekatan di dalam rantai amilopektin adalah ikatan (1-4), tetapi titik percabangan amilopektin merupakan ikatan (1-6)

ALAT dan BAHAN   :
Pengaruh konsentrasi enzim      :
  • Alat                 :
1.      Penangas Air
2.      Gelas Ukur
3.      Tabung Reaksi
4.      Gelas Kimia
  • Bahan              :
1.      Air liur sebagai sumber amylase
2.      Larutan Pati 0,4 mg/ml
3.      Larutan iodium
Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
  • Alat                 :
1.      Spektronik-20
2.      Gelas Kimia
3.      Gelau Ukur
4.      Tabung Reaksi
  • Bahan              :
1.      Air liur sebagai sumber amylase
2.      Larutan pati0,4 mg/ml dalam berbagai konsentrasi pH (1,3,5,7,9,11)
3.      Larutan iodium
ALUR KERJA





 
DATA PENGAMATAN



ANALISIS dan PEMBAHASAN                 :
1.      Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim amilase yang terdapat pada saliva dalam memecah amilum menjadi glukosa. Reaksi enzimatis merupakan suatu reaksi dengan menggunakan penambahan katalis enzim. Enzim berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi kimia organik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kerja dari enzim adalah konsentrasi, yaitu baik dari konsentrasi enzim itu sendiri maupun dari  konsentrasi substrat.
Dalam hal ini pati berperan sebagai substrat, sedangkan saliva merupakan enzimnya. Saliva digunakan untuk mengetahui reaksi enzimatik dari enzim amilase di dalamnya. Sedangkan larutan Iodium berperan sebagai indikator perubahan warna dari larutan uji yang spesifik untuk menguji adanya kandungan amilum dan digunakan untuk membentuk larutan kompleks pada larutan pati.
Larutan pati merupakan larutan yang tidak berwarna, sehingga untuk melakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer larutan pati harus dijadikan larutan kompleks agar menjadi berwarna dan dapat diukur absorbansinya. Jika larutan pati tidak dikomplekskan maka tidak dapat diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer, karena larutan pati tersebut tidak menyerap warna komplementer dari sinar putih sehingga tidak ada warna yang diteruskan.

Warna Radiasi Elektromagnetik Yang Diserap Dan Diteruskan Pada Daerah Visible
λ yang diserap (nm)
Warna radiasi elektromagnetik yang diserap
Warna radiasi elektromagnetik yang diteruskan
380-450
Ungu
Kuning-hijau
450-495
Biru
Kuning
495-570
Hijau
Ungu
570-590
Kuning
Biru
590-620
Oranye
Hijau-biru
620-750
Merah
Biru-hijau


Pada percobaan ini untuk pengukuran absorbansi semuanya dilakukan pada panjang gelombang 680 nm. Sesuai dengan tabel di atas pada panjang gelombang tersebut λ yang diserap larutan pati terkomplekskan untuk mengahasilkan warna Biru-Hijau (yang dilihat oleh mata kita) terletak pada rentang λ = 620-750 nm.
Selanjutnya dilakukan pengenceran terhadap saliva. Saliva diencerkan 100 kali hingga 500 kali pengenceran. Yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
-          Pengenceran 100 kali
1 mL saliva diencerkan pada labu ukur 100 mL
-          Pengenceran 200 kali
Diambil 1 mL saliva dari pengenceran 100 kali lalu ditambahkan 1 mL aquades
-          Pengenceran 300 kali
Diambil 1 mL saliva dari pengenceran 100 kali lalu ditambahkan 2 mL aquades
-          Pengenceran 400 kali
Diambil 1 mL saliva dari pengenceran 100 kali lalu ditambahkan 3 mL aquades
-          Pengenceran 500 kali
Diambil 1 mL saliva dari pengenceran 100 kali lalu ditambahkan 4 mL aquades
Setiap pengenceran digunakan larutan induknya pada larutan hasil pengenceran 100 kali kemudian diencerkan 200,300,400 dan 500 kali dikarenakan konsentrasi dijaga agar tidak berubah setiap pengencerannya, karena akan dibuat kurva ΔU vs pengenceran bukan kurva ΔU vs konsentrasi.
a.      Blanko
Diambil 1 mL pati dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dalam percobaan ini pati (amilum) berperan sebagai substratnya. Selanjutnya pati didiamkan 5 menit, hal ini bertujuan agar pati terdegradasi secara sempurna. Lalu ditambahkan 1 mL iodium dan larutan menjadi kuning kecoklatan. Penambahan iodium berfungsi sebagai indikator untuk menentukan adanya amilum dan ditambahkan 8 mL aquades, dimana aquades ini berfungsi agar larutan tidak terlalu pekat dan dapat diukur aborbansinya pada Spektronik-20, karena pada Spektronik-20 jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan. Pada larutan blanko tidak diberi penambahan enzim, karena larutan blanko disini sebagai pembanding larutan uji. Larutan blanko hanya berisi larutan pati dan iodium sehingga menghasilkan warna kuning kecoklatan(+++++). Pada percobaan ini akan dihasilkan nilai absorbansi blanko yang berfungsi sebagai larutan sebenarnya yang tanpa adanya pengotor-pengotor.


b.      Larutan uji
Diambil masing-masing 1 mL pati pada 5 tabung reaksi, dalam percobaan ini pati (amilum) berperan sebagai substratnya. Selanjutnya pati didiamkan 5 menit, hal ini bertujuan agar pati terdegradasi secara sempurna. Selanjutnya ditambahkan 0,2 mL saliva pada semua tabung, dan didiamkan selama 1 menit. Dimana pada keadaan ini akan terjadi hidrolisis parsial. Larutan pati merupakan polisakarida yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase pada saliva sehingga menjadi glukosa. Lalu ditambahkan 1 mL iodium juga ke semua tabung reaksi. Penambahan iodium ini berfungsi sebagai indikator untuk menentukan adanya amilum.
1.      Tabung I          : larutan kuning kecoklatan
2.      Tabung II        : larutan kuing kecoklatan (+)
3.      Tabung III       : larutan kuning kecoklatan (++)
4.      Tabung IV       : larutan kuning kecoklatan (+++)
5.      Tabung V        : larutan kuning kecoklatan (++++)
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa semakin besar pengenceran yang dilakukan maka mengakibatkan warna larutan semakin bertambah dan hal ini sesuai dengan teori yang ada. Sedangkan semakin bertambahnya warna larutannnya maka semakin besar absorbansinya. Sehingga semakin tinggi konsentrasi maka aktivitas enzim semakin berkurang.
Konsentrasi enzim mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik. Pengaruh konsentrasi enzim ini yaitu pembentukan produk, dimana makin besar konsentrasi enzim  makin banyak pula produk yang dihasilkan sehingga dapat dinyatakan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzim.
Pada larutan uji, larutan pati yang ditambah dengan enzim amylase akan terhidrolisis menjadi glukosa. Sehingga ketika ditambah dengan larutan iodium warna larutan uji menjadi biru jernih, sebab polisakarida yang terkandung di dalam larutan pati telah terdegradasi menjadi glukosa. Tetapi dalam percobaan ini warna yang dihasilkan adalah kecoklatan bukan biru jernih. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh kandungan enzim amylase dalam air liur yang diuji relatif besar konsentrasinya. Oleh karena itu walaupun telah diencerkan 100x, 200x, 300x, 400x, dan 500x konsentrasinya hanya sedikit berkurang. Pada percobaan ini akan menghasilkan nilai absorbansi sampel yaitu absorbansi yang mesih memiliki pengotor – pengotor di dalamnya sehingga untuk mencari absorbansi yang sebanarnya dengan cara nilai absorbansi blanko dikurangi nilai absorbansi sampel. Digunakan cara demikian karena kemampuan enzim dalam mendegradasi pati.
Kurva konsentrasi vs kecepatan reaksi enzimatik
a.       Secara teori

b.      Hasil percobaan
Pengenceran
AB
AU
ΔU
100x
200x
300x
400x
500x
0,135
0,135
0,135
0,135
0,135
0,057
0,103
0,106
0,112
0,115
0,078
0,032
0,029
0,023
0,020


Kurva yang berbeda pada hasil percobaan dengan teori kemungkinan dikarenakan adanya kesalahan dalam prosedur kerja, yaitu ketidaktelitian dalam  pengenceran dan instrumental faktor yaitu alat spektrofotometer yang digunakan.

2.      Pengaruh pH Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
Umumnya kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal. Pada pH 1, 3 dan 5, aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase menjadi tidak aktif. Pada pH 8 aktivitas enzim menurun karena telah terlewati pH optimal dari enzim tersebut. Sedangkan pada percobaan ini pH optimumnya adalah 7. Kerja enzim sebagai katalis dipengaruhi oleh pH. Adanya nilai pH tertentu, yang memungkinkan enzim bekerja maksimum. pH tersebut dinamakan pH optimum. Pada kondisi asam protein enzim mengambil struktur 3 dimensi yang sangat tepat, sehingga ia dapat mengikat dan mengolah substrat dengan kecepatan yang setinggi-tingginya. Di luar nilai pH optimum tersebut struktur 3 dimensi enzim mulai berubah, sehingga substrat tidak dapat lagi menempati posisisnya dengan tepat pada bagian molekul enzim yang mengolah substrat. Akibatnaya, proses katalisis berjalan tidak optimum. Oleh karena itu, struktur 3 dimensi berubah akibat pH yang tidak optimum.
Pada percobaan ini digunakan 12 tabung reaksi, 6 untuk blanko dan 6 untuk enzim.
a.      Blanko
Diambil 1 mL pati dengan pH sebagai berikut, tabung I pH 1, tabung II pH 3, tabung III pH 5, tabung IV pH 7, tabung V pH 9, dan tabung VI pH 11. Dalam percobaan ini pati (amilum) berperan sebagai substratnya. Selanjutnya pati didiamkan 5 menit, hal ini bertujuan agar pati terdegradasi secara sempurna. Lalu ditambahkan 1 mL iodium dan warna larutan menjadi:
1.      Tabung I    : biru kehitaman (++)
2.      Tabung II  : biru kehitaman (+++)
3.      Tabung III : kuning (+++)
4.      Tabung IV : kuning (++)
5.      Tabung V  : kuning (+)
6.      Tabung VI : ungu
Tampak adanya perubahan warna yang signifikan pada masing-masing tabung tersebut. semakin pekat larutannya maka semakin besar nilai absorbansinya. Penambahan iodium berfungsi sebagai indikator untuk menentukan adanya amilum dan ditambahkan 8 mL aquades, dimana aquades ini berfungsi agar larutan tidak terlalu pekat dan dapat diukur aborbansinya pada Spektronik-20, karena pada Spektronik-20 jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan.
b.      Larutan uji
Diambil 1 mL pati dengan pH sebagai berikut, tabung I pH 1, tabung II pH 3, tabung III pH 5, tabung IV pH 7, tabung V pH 9, dan tabung VI pH 11. Dalam percobaan ini pati (amilum) berperan sebagai substratnya. Selanjutnya pati didiamkan 5 menit, hal ini bertujuan agar pati terdegradasi secara sempurna. Selanjutnya ditambahkan 0,2 mL saliva pada semua tabung, dan didiamkan selama 1 menit. Dimana pada keadaan ini akan terjadi hidrolisis parsial. Larutan pati merupakan polisakarida yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase pada saliva sehingga menjadi glukosa. Lalu ditambahkan 1 mL iodium dan warna larutan menjadi:
1.      Tabung I    : biru kehitaman  (+)
2.      Tabung II  : biru kehitaman (++)
3.      Tabung III: kuning (+++)
4.      Tabung IV : kuning (++)
5.      Tabung V  : kuning (+)
6.      Tabung VI: ungu
Tampak adanya perubahan warna yang signifikan pada masing-masing tabung tersebut. Pada larutan uji pH 10 diperoleh larutan berwarna ungu. Penambahan larutan iodium pada larutan pati seharusnya menghasilkan larutan kompleks berwarna biru. Pada keadaan ini menandakan bahwa di dalam larutan pati terdapat karbohidrat berupa polisakarida. Pada pH 1, 3, 5, 7 dan 9  ini dapat dikatakan sudah tidak adanya karbohidrat (dari larutan pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin) karena dihidrolisis oleh amilase terlihat dengan tidak didapatkan warna biru kehitaman (menandakan adanya amilosa) ataupun merah ungu (menandakan adanya amilopektin) ketika ditambahkan larutan iodium. Kerja enzim amilase dikatakan sebagai hidrolisis parsial dan memperlihatkan bahwa enzim amilase berada pada kondisi 3 dimensi yang tepat sehingga dapat menghidrolisis karbohidrat dari larutan pati dengan sangat cepat.
Sedangkan hasil pengamatan pada pH 11 menunjukan warna ungu pada larutan uji setelah ditambahkan iodium. Ini menunjukan tidak kesesuaian terhadap teori yang mengatakan bahwa enzim amylase akan bekerja pada pH optimum dengan rentang 5 – 8, hal ini dikarenakan pada pH 11 mikroba pada enzim bereaksi sehingga pati telah terhidrolisis terlebih dahulu pada pH 5-8.
Penambahan iodium berfungsi sebagai indikator untuk menentukan adanya amilum, sehingga dapat dikatakan pada pH ini enzim amilase tidak bekerja optimum dalam menghirdrolis larutan pati karena struktur dari enzim amilase telah berubah sehingga tidak dapat mengolah substrat dengan baik. Lalu ditambahkan 8 mL aquades, dimana aquades ini berfungsi untuk agar larutan tidak terlalu pekat dan dapat diukur aborbansinya pada Spektronik-20, karena pada Spektronik-20 jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan. Pada percobaan ini akan menghasilkan nilai absorbansi sampel yaitu absorbansi yang mesih memiliki pengotor – pengotor di dalamnya sehingga untuk mencari absorbansi yang sebanarnya dengan cara nilai absorbansi blanko dikurangi nilai absorbansi sampel. Digunakan cara demikian karena kemampuan enzim dalam mendegradasi pati.
Terlihat  pada kurva di bawah ini:
Kurva pH vs kecepatan reaksi enzimatik
a.       Secara teori

b.      Hasil percobaan
pH
AB
AU
ΔU
1
3
5
7
9
11
0,445
0,445
0,445
0,445
0,445
0,445
0,537
0,364
0,047
0,050
0,040
0,037
-0,092
0,081
0,398
0,395
0,405
0,408



DISKUSI                                :
              Pada percobaan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim ini dihasilkan aktivitas enzim pada pH 10, sedangkan pada teori mengatakan bahwa enzim amylase bekerja pada pH optimum dengan rentang 5 – 8. Hal ini dikarenakan pada pH 11 mikroba pada enzim bereaksi sehingga pati telah terhidrolisis terlebih dahulu pada pH 5-8.

KESIMPULAN                      :
            Dari percobaan yang praktikan lakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.       Konsentrasi enzim mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik. Pengaruh konsentrasi enzim ini yaitu pembentukan produk, dimana makin besar konsentrasi enzim  makin banyak pula produk yang dihasilkan. Makin besar konsentrasi enzim makin kecil hasil absorbansinya, karena warna larutan kompleks pati iodium semakin memudar.
2.       pH dapat mengaruhi aktivitas enzim. Enzim amilase bekerja pada pH optimal 5,6–7,2. Dan pH optimum percobaan ini pada pH 10.
JAWABAN PERTANYAAN                       :
1.      1. Buatlah kurva antara konsentrasi atau pengenceran enzim dengan kecepatan reaksi enzimatik (ΔA/menit).

2.      2. Pada suhu berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal. Mengapa ?
Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel organisme tersebut. Suhu optimum enzim pada hewan poikilotermik di daerah dingin biasanya lebih rendah daripada hewan homeotermik. Contohnya, suhu optimum enzim pada manusia adalah 37 derajat celcius, sedangkan pada katak adlaha 25 derajat celsius.
3.   3. Buatlah kurva antara yang menggambarkan hubungan antara kecepatan reaksi enzimatik (V = ΔA/menit) dengan pH.

4.      4. Pada pH berapa diperoleh aktivitas enzim amylase optimal. Mengapa?
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH lingkungannya. Enzim menunjukkan kerja maksimum pada pH optimum, antara pH 6-8. Jika rendah atau tunggi, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi sehingga menurunkan aktivitasnya.

DAFTAR PUSTAKA                        :
Anonim A.2011.Enzim.http://Wikipedia.org (diakses pada hari Kamis, 24 November 2011, Pukul11:00 WIB)
Anonim B.2011.LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOKIMIA “PENGARUH pH DAN INHIBITOR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM”.http://blogger.com (diakses pada hari Kamis, 24 November 2011, Pukul11:10 WIB)
Ruddin, Choi.2010. LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II PERCOBAAN II ENZIM. Jayapura : Universitas Cendrawasih
Lehninger AL. 1982. Dasar – Dasar BiokimiaJilid I. Maggy Thenawijaya, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Yuanita, Lenny, dkk. 2010. Perangkat Pembelajaran Biokimia Petunjuk Praktikum (Karbohidrat, Lipid, Protein). Surabaya: Unesa Press.